Jumat, 26 Mei 2017

UNTUK MICHAEL: MENIKMATI RASA PERSONALITAS PADA SAJAK-SAJAK HERLINA

UNTUK MICHAEL karya HERLINA



UNTUK MICHAEL:
MENIKMATI RASA PERSONALITAS PADA SAJAK-SAJAK HERLINA

Oleh: Kakanda Redi


Beberapa tahun yang lalu, saya berhasil ‘menghasut’ Herlina untuk terlibat dalam penggarapan buku antologi cerita pendek. Tidak hanya berhenti pada satu buku saja. Melainkan dua buku. Dua buku itu terbit dalam kurun waktu satu tahun. Bukan main.
Buku yang pertama adalah ARUS, sebuah antologi cerita pendek (Literer Khatulistiwa, 2013) yang kami tulis bersama tiga penulis Kalimantan Barat lainnya. Lantas, hanya dalam kurun waktu beberapa bulan setelah terbitnya ARUS, saya dan Herlina kembali meluncurkan KENANGAN MUSIM SEMI (Literer Khatulistiwa, 2013).
Saya kira, Herlina akan nyaman di jalur cerita pendek sebagaimana halnya dengan saya. Rupanya saya salah. Setelah KENANGAN MUSIM SEMI, saya pelan-pelan meluncurkan buku-buku kumpulan cerita pendek yang saya tulis sendirian. Herlina justru berhenti. Tidak lagi menulis cerita pendek. Herlina ternyata menemukan media yang lebih nyaman untuk mengungkapkan emosi personalnya; sajak.
Sajak-sajak Herlina yang terangkum dalam kumpulan sajak UNTUK MICHAEL ini menawarkan kisah-kisah percintaan yang kompleks dengan segala hal yang menjadi latar belakang penulisannya. Benar, Herlina cukup piawai menyuarakan kegelisahan, jatuh cinta, rindu, patah hati, dan kenangan akan sesuatu lewat sajak. Jika kita meninjau dari segi faset tematis, kita akan mendapati dengan gamblang, secara umum tema yang digarap Herlina dalam kumpulan sajak ini tidak jauh dari tema percintaan yang bisa dikatakan saat ini menjadi konsumsi kaum muda. Umum. Mudah ditemukan di koran-koran yang memuat sajak-sajak yang ditulis juga oleh kaum muda. Namun, tak perlulah kita berpikir bahwa sesuatu yang lahir dari peristiwa-peristiwa yang sedang populer dibicarakan akan segera usang dan dilupakan orang. Masalah percintaan adalah masalah yang universal. Tema ini bisa digarap dari sudut mana saja. Herlina pun begitu. Tema percintaan yang digarap Herlina di buku ini lebih kepada bagaimana Herlina menyuarakan kegelisahan batin, jatuh cinta diam-diam, atau rindu yang menggebu namun tak tersampaikan. Sekali lagi saya katakan, Herlina adalah penulis yang ditakdirkan memiliki kepekaan yang tinggi terhadap masalah percintaan dan telah menemukan media yang tepat untuk menyuarakan apa yang dia rasakan.
Meminjam sedikit pendapat Joni Ariadinata, benar bahwa ribuan karya sastra telah ditulis orang di seluruh dunia, baik dalam bentuk novel, puisi, maupun cerita pendek. Jika kita cermati, dari seluruh sejarah penulisan karya sastra, nyaris tak ada satu pun penggarapan yang baru dari segi tema. Kemanusiaan, cinta, keadilan, kebenaran –dan seribu satu macam kisah anak manusia yang berhubungan dengan itu- adalah inti tema yang selalu digarap ulang oleh setiap pengarang di seluruh dunia. Tak pernah jenuh dan bosan. Dalam arti kata, secara tematik, materi karya sastra pada dasarnya telah habis. Bolehlah dikatakan bahwa sebenarnya Herlina, dan penulis-penulis di seluruh dunia, hanya menyajikan tema yang sudah ada namun dengan gaya yang berbeda. Herlina menyajikan kisah percintaan dengan menggunakan diksi-diksi yang sederhana, biasa ditemukan dalam percakapan sehari-hari, namun tetap cantik dengan balutan metafora-metafora yang unik dan segar. Herlina cukup konsisten dalam hal ini.
Mari kita nikmati salah satu sajak yang Herlina tulis di dalam buku ini:

pada matamu
kutanam setangkai mawar
kemarin dan kemarinnya lagi
lalu hujan menyuburkannya
hari ini
sekuntum mawar mekar dari matamu
ketika kupetik
durinya menusuk diri sendiri

Sajak ini diberi judul ‘Mawar dan Matamu’ oleh Herlina. Lihatlah, begitu piawainya Herlina menceritakan kisah percintaan yang panjang hanya dalam beberapa baris saja. Herlina fasih bercerita tentang bagaimana ‘si aku’ yang terus-menerus menumbuhkan kebahagiaan dalam waktu yang tidak sebentar, kemarin dan kemarinnya lagi. Perjumpaan demi perjumpaan menumbuhsuburkan kebahagiaan yang telah dijaga selamaa ini. Lantas, sampailah pada suatu masa, saat kebahagiaan itu akan diungkapkan, justru kesakitan yang didapatkan. Sungguh, sebuah kesakitan yang hanya sanggup diceritakan dengan fasih oleh personalitas atau individu yang tahu betul bagaimana rasanya. Terlepas dari benar atau tidaknya Herlina sudah mengalami masa-masa ini, sajak di atas sangat menggetarkan si pembaca, dalam hal ini adalah saya sendiri. Metafora yang segar. Bahasa yang mendayu-dayu. Rasa personalitas yang kuat. Sudah cukup membuat saya turut merasakan emosi yang disuguhkan oleh sajak di atas.
Herlina, dalam proses kreatif penciptaan sajak-sajaknya, tentu tidak lepas dari situasi kausalitas yang melibatkan komponen-komponen yang sudah pasti memiliki hubungan timbal balik; karya sastra, pengarang, semesta, dan pembaca. Sebagai pengarang, Herlina telah melahirkan karya sastra yang dalam penciptaannya, hampir seluruh sajak yang dia tulis ‘berpedoman’ pada semesta. Pembaca buku ini nantinya tak perlu repot-repot menemukan hal itu. Semua sudah tersaji dengan jelas. Sebab, ekspresi estetika dan suara batin Herlina sebagai individu yang kerap bersinggungan dengan semesta, tertuang dengan lugas pada sajak-sajak yang ada di buku ini.
Terlepas dari seluruh sajak yang menjadi isi buku ini, harus kita akui, Herlina sudah melangkah maju. Terbitnya ‘Untuk Michael’ adalah upaya regenerasi dan berkesinambungannya kesusastraan di Kalimantan Barat yang sudah terealisasi. Benar bahwa kelak akan ditemukan kekurangan dalam buku kumpulan sajak ini dan hal itu lumrah. Silakan diperdebatkan. Namun, satu hal yang harus kita ingat dan kita pahami bersama; kemajuan dunia literasi tidak cukup hanya dengan koar-koar dan mengajukan setumpuk teori!
Akhirnya, dengan senyum dan perasaan bahagia yang membuncah, saya mengucapkan selamat untuk karib saya ini. Terus berkarya, Herlina. Terus menulis. Mengutip sebuah pepatah latin yang begitu populer; Verba Volant, Schrifta Manent. Memang begitulah tabiat kata-kata. Setumpuk teori tadi, sekali lagi, kalau cuma sekedar teori, secerdas apapun bunyinya, akan lenyap dibawa angin. Namun, kata-kata yang sudah tercatat, yang sudah dituliskan, akan abadi, akan selamanya dibaca dan dikenang orang.

Februari 2017

Kakanda Redi
Pemimpin Redaksi www.sayap-imaji.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kakanda Redi; Resa dilukis

Kakanda Redi; Resa dilukis
Anak Papito udah gede. Tambah cantik :-*

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie
Pulang dari Pantai Kinjil, Ketapang

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie
Ada kucing kesayangan Resa nih.

Kakanda Redi; Resa

Kakanda Redi; Resa
Resa di ruang kerja Mr. Obama

Pondok Es Krim RESA Mempawah

Pondok Es Krim RESA Mempawah
Di-launching tanggal 12 Juni 2017

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Pondok Es Krim Resa Mempawah

Pondok Es Krim Resa Mempawah
Kami menawarkan tempat nongkrong lesehan yang Insyaallah nyaman dan santai. Mari berkunjung di pondok kami. Jalan Bahagia Komp. Ruko 8 Pintu, Mempawah.

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Dinda Risti turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Rhein Reisyaristie turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Mas Redi dan De' Yun

Mas Redi dan De' Yun
Lagi jalan-jalan di Wisata Nusantara Mempawah