Sabtu, 30 November 2013

Kakanda Redi: Dingin


Redia Yosianto


Ada semacam ketakutan yang terkalkulasi. Kian detik kian membeludak saja. Tak hanya aku. Tidak hanya aku yang merasakannya. Dia juga. Gadis yang saat ini melekat di dadaku. Larut dalam pelukan hangat yang sebentar lagi akan jadi pelukan paling hambar. Tapi dia tidak akan pernah tahu itu. Pelukan paling hambar itu.
Mendadak aku dan dia melebur jadi satu. Kami tak mengatakan apa-apa. Mulut kami terkatup rapat. Mataku terpejam. Mungkin matanya juga. Saat ini, malam ini, hati kami saja yang berbicara banyak. Tak perlu lewat gelombang suara. Lewat rasa dan perasaan saja. Itu sudah lebih dari cukup.

Bukan salahmu
Bukan salah kita…1)

Angin malam pelan berhembus, mengiring napas-napas kami yang kian lama kian terasa letih. Saling memburu. Saling menghangatkan. Kami tak ingin lepas. Kami ingin terus begini. Sampai mati. Aku dan dia.
“Apakah kau akan meninggalkanku?”
Aku ragu. Aku ingin menenangkan hatinya. Meyakinkan dia bahwa aku hanya miliknya. Tapi itu sangat sulit. Pelukanku sedikit mengendur. Namun, hangatnya tak berkurang. Satu hal yang dia tidak pernah tahu, sebentar lagi pelukan ini akan berubah menjadi pelukan yang paling hambar. Aku ingin menangis.
“Pras…”
“Kuantar pulang sekarang, ya? Istirahat saja di rumah. besok kita ketemu lagi. Mau?”
            Di dalam pelukanku, Naria mengangguk. Aku senang. Tapi ketakutan yang terkalkulasi tadi tidak serta merta berkurang. Justru kian membengkak. Seperti bisul yang siap memuntahkan segala macam kesakitan yang sangat.
            Aku melepaskan pelukan. Pelukan yang sebentar lagi akan jadi pelukan paling hambar yang pernah dirasakan oleh Naria. Kalaupun dia masih akan menyisakan rasa hangatnya, itu hanya akan dia sebut sebagai sebuah kenangan saja.
            “Kau mau berjanji untukku?”
            Aku mengangkat alis. Semoga ini tidak dia terjemahkan dengan sebuah kata tanya ‘apa?’. Jujur, aku tak ingin tahu apa yang sekarang ini diinginkan oleh Naria. Tapi aku keliru.
            “Aku ingin kau berjanji, kau tak akan pernah meninggalkan aku. Bisa?”
            Aku… aku hanya mengangguk perlahan. Itu pun agak lama kemudian. Aku mencintai gadis yang ada di depanku saat ini, lebih dari apapun. Tapi, apakah dia sadar bahwa sebenarnya tanganku kian jadi dingin? Bahwa malam  ini pelukan yang dia dapat akan jadi pelukan paling hambar yang pernah dia rasakan?

Bukan salahmu
Bukan salah kita…

Aku mencintaimu, Naria
Kumencintaimu, lebih dari apapun…2)

            Sampai di rumah, ibu dan ayah menyambutku dengan senyum yang begitu dibuat-buat. Semoga dia sadar bahwa senyumku juga sudah aku sunggingkan. Senyum yang dingin.
            “Ini Prasetyo. Bagaimana? Sudah besar kan, sekarang? Sudah ndak ingusan lagi. Cocok lah kalau bersanding dengan Nak Tiar,”
            Kulihat, empat orang tua yang duduk di ruang tamu itu tertawa terbahak-bahak. Seorang gadis hanya mengulum senyum. Duduknya gelisah. Sebentar-sebentar mengangguk, mengiyakan pertanyaan yang dilontarkan secara bergantian oleh keempat orang tua tadi.
            Tiba-tiba wajah Naria berkelebat.
            Mungkin, saat ini Naria sedang berbaring dengan nyamannya sambil ditemani oleh janji yang aku sampaikan lewat anggukan kepala tadi. Tahukah dia bahwa sebentar lagi dan seterusnya dia akan sendirian? Tahukah dia bahwa pelukan yang aku berikan tadi adalah pelukan penghabisan?
            Di mataku, tiba-tiba Naria menjelma sebagai nyala api yang tenang pada sebuah malam yang dingin. Aku merasa sangat hangat saat dekat dengan nyala api itu. Tapi… tapi nyala api itu sudah kutiup, aku matikan dengan paksa.
            Tinggal dingin yang kini lebih berkuasa.
            Naria, aku mencintaimu. Kumencintaimu, lebih dari apapun…


Kota Baru
13.31 WIB
[ 0 6 - 2 0 1 3 ]


Catatan:
1)     Lirik lagu Tic Band – Perbedaan
2)     Lirik lagu Ungu – Kekasih Gelapku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kakanda Redi; Resa dilukis

Kakanda Redi; Resa dilukis
Anak Papito udah gede. Tambah cantik :-*

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie
Pulang dari Pantai Kinjil, Ketapang

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie
Ada kucing kesayangan Resa nih.

Kakanda Redi; Resa

Kakanda Redi; Resa
Resa di ruang kerja Mr. Obama

Pondok Es Krim RESA Mempawah

Pondok Es Krim RESA Mempawah
Di-launching tanggal 12 Juni 2017

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Pondok Es Krim Resa Mempawah

Pondok Es Krim Resa Mempawah
Kami menawarkan tempat nongkrong lesehan yang Insyaallah nyaman dan santai. Mari berkunjung di pondok kami. Jalan Bahagia Komp. Ruko 8 Pintu, Mempawah.

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Dinda Risti turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Rhein Reisyaristie turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Mas Redi dan De' Yun

Mas Redi dan De' Yun
Lagi jalan-jalan di Wisata Nusantara Mempawah