Rabu, 27 Mei 2015

Cinta Berlian



Cinta Berlian

Berlian tersentak kaget. Dering alarm dari jam duduk yang ada di meja belajarnya berbunyi sangat kencang. Alaram sialan itu benar-benar memaksanya untuk bangun. Padahal, matanya sungguh masih ingin terpejam lagi. Tidur lagi. Melanjutkan mimpi yang barusan sempat tertunda gara-gara dering alarm sialan itu.
Berlian menekan tombol on/off yang ada persis di bagian atas jam. Alarm senyap. Suasana kamar kembali seperti tadi, seperti saat alarm sialan itu belum berbunyi. Berlian sungguh ingin melanjutkan mimpi. Lima atau sepuluh menit lagi menyambung tidur tentu tak apa. Tak akan terlambat sekolah, pikirnya.
Tapi, belum sempat matanya terpejam, kamarnya sudahpun digedor dengan begitu kencangnya. Sekali lagi, Berlian tersentak kaget.
“Berli… Bangun! Udah jam berapa ini? Kamu mau sekolah apa nggak?”
Berlian mengusap kelopak matanya yang masih belum juga mau terbuka, “Iya Maaaa, bentar lagi,” sahut Berlian dengan malas.
“BERLIAAAAN…”
Berlian melompat dari tempat tidurnya. Kalau mamanya sudah teriak seperti barusan, itu artinya sudah bahaya. Gawat yang tak dapat ditawar-tawar lagi. Dan itu artinya lagi, Berlian memang harus bangun. Oh…
***
Seorang pelajar Sekolah Menengah Atas ini bernama Berlian. Panjangnya, Berliana Febriyanti. Nama yang indah bukan? Ia selalu hampir bangun kesiangan jika malamnya dibawa untuk lembur. Bukan lembur karena tugas, bukan juga karena belajar, tapi karena nonton siaran langsung sepak bola Liga Spanyol kegemarannya. Lebih gemar lagi jika yang bertanding adalah klub sepak bola kesayangannya. Cewek ini kenal dengan bola sejak duduk di kelas satu SMP dan mulai jatuh cinta dengan klub sepak bola yang namanya Real Madrid, salah satu klub terkenal di dunia. Bukan karena Real Madrid terkenal lantas Berlian suka dengan Real Madrid, tapi… entahlah, Berlian juga tak mampu menjelaskannya. Inilah yang dia sebut dengan sebuah idealisme, inilah yang dia sebut dengan sebuah loyalitas. Tak peduli Madrid menang atau kalah, Berlian tetap cinta sama Madrid. Hala Madrid.
Setiap nonton siaran langsung, keseringan pagi harinya Berlian pasti malas bangun. Ujung-ujungnya, dia sering tergesa-gesa dalam segala hal. Seperti pagi ini misalnya, ia berangkat sekolah dengan tergesa-gesa dan dengan kelopak mata yang sedikit sipit dan bola mata yang agak merah.
“Tadi malam siapa yang menang, Ber?” tanya Siska, teman duduknya di kelas.
“Jelas dooooong klub favoritku yang menang. Real Madrid. Valencia dibikin pulang dengan menangis sebab kebobolan 4 gol tanpa balas. Hahahahahahahaaa…” jawab Berli dengan sangat bangga.
Siska cuma mengangguk-anggukan kepala sebab dia memang kurang suka dengan yang namanya sepak bola. Menurut Siska, sepak bola itu dunianya laki-laki. Jadi, aneh aja kalo ada cewek model Berlian yang secara fisik terlihat kalem dan anggun bisa kemaruk dengan sepak bola.
“Terus, gimana dengan Ricky? Lancar pendekatannya?”
Berlian menautkan dahi, “Kok tiba-tiba kamu membahas penjahat itu sih?” Berlian menyebut Ricky penjahat sebab cowok itu adalah fans Barcelona, yang notabene adalah musuh bebuyutan Real Madrid.
“Yaaaa, gak apa-apa sih, kan aku cuma nanya. Sepertinya gak ada hal yang aneh kan, Ber?”
Berlian mengangguk, “Kalau Ricky mau jadi seorang Madridista, pindah membela Madrid, aku pasti mau sama dia. Secara fisik, Ricky oke kok, gak jelek-jelek amat,” jawab Berli sedikit berdiplomasi.
Memang, gelagat Ricky yang penuh usaha mendekati Berlian sudah tercium oleh hampir semua warga sekolah. Semua siswa dari kelas satu sampai kelas tiga tau kalau Ricky sedang pedekate sama Berlian. Yang bikin cerita ini menarik sebenarnya cuma satu hal saja: Ricky seorang Los Cules sejati, sedangkan Berlian seorang Madridista sejati. Seluruh warga sekolah tengah menanti, siapa yang bakal mengalah diantara keduanya jika nanti mereka pacaran. Atau mungkin tidak sama sekali.
“Berli, aku tau anjing sama kucing tak pernah akur. Sama halnya dengan kita. Kamu Madrid, aku Barca. Kedua klub itu memang gak pernah akur. Tapi Berli, aku gak bisa bohong kalo selama ini aku tuh suka sama kamu. Aku mau ngelakuin apa aja asal kamu mau terima cinta aku,” ucap Ricky di sebuah kesempatan yang hening di lorong kelas, saat jam pelajaran sudahpun berakhir.
Berlian yang terang-terangan ditembak seperti itu, egonya mulai goyah. Dia tak mungkin menolak cinta Ricky cuma gara-gara Ricky seorang fans Barca sejati. Berlian sudah menimbang masak-masak. Dia mau menerima Ricky asal cowok ini mau melakukan satu hal saja.
“Jadi gimana, Berli? Aku menunggu jawaban darimu,” Ricky berucap setangah mendesak.
“Kamu mau melakukan apapun yang aku minta?”
Ricky mengangguk.
“Termasuk ninggalin Barca dan pindah ke Madrid?”
Ricky mengangguk lagi, kali ini lebih kencang, “Luis Figo saja bisa melakukannya, pindah dari Camp Nou ke Santiago Bernabeu, meskipun dia harus dilempar dengan kepala babi saat bertanding di Camp Nou lagi, nah, aku pun akan melakukan hal yang sama. Aku akan pindah dari Barca ke Madrid asalkan itu memang kamu yang minta.
Berlian tersenyum. Hatinya berbunga-bunga. Sepertinya dia memang tidak salah pilih, pikirnya. Berlian menerima Ricky jadi pacarnya.
***
Tahun demi tahun lewat begitu saja. Hubungan Berlian dan Ricky baik-baik saja meskipun mereka kuliah di universitas yang berbeda meski masih satu kota.  Ricky tak pernah mengecewakan Berlian dan Berlian juga pandai menjaga kepercayaan yang diberikan oleh Ricky. Kini tak ada lagi rivalitas. Baik Berlian maupun Ricky sudah menjadi fans Madrid sejati. Mereka sering terlihat jalan bareng seraya mengenakan jersey Madrid.
Sampai pada tahun ke lima mereka pacaran, Ricky sudah mantap dengan keputusannya, bahwa Ricky akan segera menyunting Berlian menjadi istrinya. Apa lagi yang harus ditunggu? Kuliah sudah selesai. Kerja sudah mapan. Tak ada lagi beban yang muncul. Ricky tersenyum sendiri jika mengenang mimpinya yang sangat indah ini.
***
“SISKAAAAA…”
“BERLIAAAAAAN…”
Kedua sahabat ini saling berangkulan saat bertemu di sebuah pusat perbelanjaan di kota mereka.
“Aduh Berliaaaan, aku kangen banget sama kamu. Gimana? Kuliah udah kelar?”
Berlian tersenyum, “Aku juga kangen sama kamu, Sis. Oke lah, kuliahku udah beres. Aku udah kerja, aku ngajar di Lembaga Bimbingan Belajar paling keren di kota kita ini.”
“Ganesha Operation?”
Berlian mengangguk mantap, “Kamu kerja dimana?”
“Di Bank. Aku pernah ketemu mamamu kok. Mamamu kan nasabah di bank tempat aku kerja.” Jelas Siska seraya tersenyum. “Ngomong-ngomong, gimana Ricky? Masih sama dia, kan?” tanya Siska lagi.
 Berlian tersenyum, “Sis, suatu saat nanti kamu harus menjadi tamu istimewaku,” kata Berlian, masih dengan senyumnya.
“Maksudnya??? Ngggg…. kamu udah mau nikah, Ber? Dengan siapa? Dengan Ricky?” tanya Siska dengan begitu menggebu.
“Iya Sis, dia mau meminang aku tahun depan. Hubungan kita udah sangat jauh, jadi kita berniat untuk melanjutkan hubungan ini ke jenjang yang lebih serius,” jawab Berli.
“Wah, bagus dong, Ber. Aku senang denger berita ini. Selamat loh ya sebelumnya,” kata Siska mendukung Berli.
Sudah panjang lebar kedua sahabat ini berbincang, mereka baru sadar kalo mereka masih berdiri di depan pintu butik ternama.
“Cari tempat minum yok,” ajak Siska. Tangannya segera menggandeng tangan Berlian. “Kamu ke sini sama siapa?”
“Sendiri. Ricky lagi sibuk, ada meeting dengan klien katanya.”
Siska mengangguk tanda paham.
Tengah mata siska sibuk mencari gerai minum yang agak sepi, tiba-tiba matanya menangkap sosok yang sepertinya pernah dia kenal dulu. Siska berhenti. Sejenak dia memicingkan mata. Seperti masih kurang yakin, Siska mengucek-kucek matanya beberapa kali.
“Eh, Berlian, coba lihat sana. Itu, yang pake baju Barca. Kok kayak Ricky ya? Eh, iya bukan sih?” Siska menunjuk seseorang yang dia lihat seperti Ricky.
Berli terdiam. Tatapan matanya ikut beralih ke arah yang ditunjuk Siska. Benar saja. Benar seperti apa yang Siska duga. Cowok itu memang Ricky. Tapi kok dia pake baju Barca lagi sih? Ini adalah hal yang kedua yang membuatnya jengkel setengah mati. Yang pertama adalah, Ricky udah bohong soal meeting dengan klien itu. Siska benci dibohongi. Siska benci dikhianati seperti ini.
“Biar aku samperin dulu. Kamu tunggu di sini aja. Kalo aku panggil, baru kamu nyamperin aku. Oke?”
Siska mengangguk.
Berlian berjalan setengah mengendap-endap. Yang Berlian inginkan adalah jangan sampai Ricky tau kalau Berlian tengah menuju ke arahnya.
Setelah berada di posisi yang lumayan dekat, Berlian pura-pura sibuk memilih sticker BlackBerry yang stan-nya tak jauh dari tempat Ricky dan temen-temennya nongkrong. Dengan begitu, Berlian dapat menangkap semua pembicaraan yang terjadi di antara mereka.
Jantung Berlian berdetak sangat kencang. Dia hanya bisa tertegun saat mendengar dengan jelas apa yang udah diucapkan oleh kekasihnya itu.
“Pindah ke Madrid? Hahahahahahaaaa. Yang benar saja? Selama ini aku hanya berpura-pura, Coy. Aku tetep Los Cules sejati kok. Goblok aja si Berlian itu, mau aja dia aku kibulin. Yang aku cintai kan dia, bukan Madrid. Iya gak, Coy?”
Mendidih darah Berlian mendengar hal itu. Dengan tergesa-gesa, dihampirinya meja tempat dimana Ricky dan temen-temennya tengah tertawa terbahak-bahak. Tanpa basa-basi lagi, Berlian menyambar gelas yang ada di hadapan Ricky dan menyiramkan isinya ke muka Ricky.
Ricky yang baru sadar bahwa Berlian lah yang melakukannya, seketika salah tingkah.
“Bajingan kamu. Jangan pernah kamu menemui aku lagi!” kelar ngomong gitu, Berlian langsung berlari.
“BERLIAN… Tungguuuu… Aku bisa jelasin ini semua. Ini gak seperti yang kamu kira. Tunggu Berlian…” Ricky beranjak dari duduknya. Secepat kilat dikejarnya Berlian yang berlari seraya menangis.
Berlian sudah sampai di ambang pintu pusat perbelanjaan. Berlian ingin menyeberang jalan, ingin menghampiri taksi yang sedang parkir di seberang sana. Tapi naas, sebuah sedan yang melaju dengan kencangnya tak sempat lagi mengurangi laju dan menghantam tubuh Berlian yang menyeberang sambil menundukkan kepala. Tubuh Berlian terpental sejauh tujuh meter. Teriakan dari orang-orang yang tak jauh dari tempat kejadian langsung terdengar. Beberapa langsung menghambur ke tempat Berlian tergeletak.
Ricky yang baru sampai langsung menyeruak di antara kerumunan orang yang ingin tahu kondisi korban. Ricky tak kuasa menahan tangis. Dipangkunya kepala Berlian yang berlumuran darah.
“Berlian maafkan aku. Aku gak bermaksud menghianati kamu. Aku menyesal. Maafkan aku Berlian…”
Berlian membuka mata. Dia terbatuk dua kali, “Kaaa… kaaaa… kammmuuu udah bikkkiiinn akk… akkku sakkkit… Kammmuuu jahhattt…”
Ricky terisak, tersedu-sedu. Siska meraung-raung di sebelahnya. Ricky memindahkan kepala Berlian ke pangkuan Siska.
“Berlian, lihat ini… lihat ini…” Ricky membuka kaur Barca yang dia kenakan. Diinjak-injaknya jersey itu sampai nyaris lumat dengan debu dan tanah, “Barca sialan… Barca bajingan… Dengar Berlian, dengarrrr… aku masih Madridista, Berlian. Aku masih Madridista, sama seperti kamu. Itu tadi hanya topeng di depan temen-temen lamaku. Demi Tuhan Berlian…”
Di pangkuan Siska yang terisak, Berlian tersenyum. Darah mengucur dari hidungnya.
Ricky masih terisak. Masih menangis. “Tolooong… tolongggg… bawa kekasih saya ke rumah sakit. Toloooonggg…”
Berlian meraih tangan Ricky, “Tak usssaaahhh… akkk… akkku hannyaaa mau kkkammmu berjannnjjjiiii… jangan perrrnah menghh… mengghhhianati RRREAL MMMADDDRID. Jjjannnji yyaaaa…”
Ricky mengangguk dengan cepat, “Iya… iyaaaaa, aku janji. Aku janji Berlian, aku janji. Berlian, kamu harus bertahan… ayo ke rumah sakit. Kalo kamu sembuh, nanti kita jalan-jalan pakai kaus Madrid lagi. Dan… dan… BERLIAAAAAAAANNNNNNN…”
Di pangkuan Siska, Berlian menutup mata seraya tersenyum. Tangannya masih menggenggam tangan Ricky. Berlian tidur untuk selamanya.               



Kandasan - Mempawah
Maret 2013
Mas Danu & Kakanda Redi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kakanda Redi; Resa dilukis

Kakanda Redi; Resa dilukis
Anak Papito udah gede. Tambah cantik :-*

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie
Pulang dari Pantai Kinjil, Ketapang

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie
Ada kucing kesayangan Resa nih.

Kakanda Redi; Resa

Kakanda Redi; Resa
Resa di ruang kerja Mr. Obama

Pondok Es Krim RESA Mempawah

Pondok Es Krim RESA Mempawah
Di-launching tanggal 12 Juni 2017

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Pondok Es Krim Resa Mempawah

Pondok Es Krim Resa Mempawah
Kami menawarkan tempat nongkrong lesehan yang Insyaallah nyaman dan santai. Mari berkunjung di pondok kami. Jalan Bahagia Komp. Ruko 8 Pintu, Mempawah.

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Dinda Risti turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Rhein Reisyaristie turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Mas Redi dan De' Yun

Mas Redi dan De' Yun
Lagi jalan-jalan di Wisata Nusantara Mempawah