Minggu, 08 September 2013

Mengenal Kelahiran Novel

 Oleh : Octa (Blog: Octa Cintaa Buku)


buku pena mengenal kelahiran novel 

Dibandingkan dengan Puisi dan Drama, novel masih terbilang bayi. Bahkan puisi sudah ada sejak jaman oral peradaban manusia. Sampai sekarang memang masih ada beberapa perdebatan mengenai kapan tepatnya novel mulai terlahir. Artikel ini tidak juga menghakimi kapan novel lahir tetapi lebih pada menikmati perjalanan kapan kuncup novel, suatu dunia yang saya cintai mulai berhias untuk menarik perhatian saya.
Mengenal kelahiran novel memang tidak membuat kita jadi penulis hebat. Begitu juga tak akan membuat kita me-revolusi novel (buat apa coba?), tetapi setidak-tidaknya kita terpuaskan sedikit untuk menjawab jika ada pertanyaan-pertanyaan seperti: Novel mana yang dianggap sebagai novel pertama? Apakah Pamela karangan Samuel Richardson atau karya-karya Daniel Defoe seperti Robinson Crusoe? Bagaimana dengan Jane Austen? Memang tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Namun setelah mengenal kelahiran novel, setidak-tidaknya anda mempunyai jawaban dan alasan sendiri.
Sebelum tahun 1700-an, atau sebelum abad 18, novel-novel belum berbentuk seperti saat ini. Tulisan-tulisan yang disebut novel pada saat itu lebih mengacu kepada tulisan-tulisan pendek seperti Decameron. Tulisan ini dikumpulkan oleh Boccaccio (1313-1375).
Di beberapa tempat, sebelum kemunculan novel, terdapat karya sastra yang merupakan cikal bakal dari novel. Karya sastra itu bernama roman (dalam bahasa inggris disebut romance). Roman dibedakan dari novel karena beberapa alasan. Roman lebih menceritakan hal-hal yang tidak nyata di kehidupan manusia. Kalaupun menceritakan hal nyata, biasanya terlalu berlebihan sehingga masih tidak masuk akal. Suatu hal yang jamak pada Roman jika dia memasukkan unsur-unsur magis, mantra, penyihir, dewa-dewi, atau pahlawan-pahlawan mistis. Bahkan bahasa puisilah yang dipakai untuk menuliskan cerita-cerita tersebut. Sementara itu pada abad ke-12 di Perancis, cerita roman lebih ke kisah percintaan khayal. Aturan-aturan cerita di dalamnya juga kaku, sesuai dengan aturan-aturan masyarakat saat itu. Disamping itu, roman biasanya ditulis berjilid-jilid seperti yang diungkapkan oleh Lord Chesterfield:
….a novel is a kind of abbreviation of a romance; for romance generally consists of twelve volume…..
….sebuah novel mirip dengan ringkasan dari roman karena roman biasanya terdiri dari 12 jilid…
Meskipun demikian, novel tidak dapat dipisahkan secara tegas dari roman. Sampai sekarang pun novel-novel bernuansa magis, mantra, gothic juga masih ada. Anda tentu masih ingat dengan Harry Potter (J. K. Rowling ), The Hobbit (J.R.R Tolkien), atau kisah fantasi lainnya.
Di Inggris, ketika James Watt menemukan mesin uap pada tahun 1765, revolusi industri mulai terjadi. Di tahun 1770, membaca novel seperti menonton bioskop di masa kini. Di masa itu, orang-orang mulai berpenghasilan sendiri. Sebelumnya, penghasilan seseorang kebanyakan dari warisan-warisan pendahulunya. Karena mereka berpenghasilan sendiri, maka sifat individualistik mulai tumbuh. Dengan demikian, kelas-kelas menengah mulai bermunculan. Apalagi kehadiran filsuf-filsuf naturalis seperti John Locke semakin memperkuat keinginan orang untuk dapat mengubah nasib sendiri. Era seperti inilah yang menunjang inspirasi seseorang untuk menulis novel.
Menurut Jeremy Hawthorn, ada empat faktor pendorong kehadiran novel.
  1. Meluasnya Kemampuan Baca
    Novel selalu dalam bentuk tertulis. Dengan demikian tentu mengharuskan penikmatnya dapat membaca. Meluasnya melek-huruf ini mendorong novel semakin meluas. Meskipun pada awalnya ada saja orang-orang buta huruf yang mendengar pembacaan cerita dari seorang penutur di jaman Charles Dickens (1812-1870), namun umumnya novel dibaca secara pribadi oleh seseorang.
  2. Percetakan
    Teknologi percetakan turut mendukung kehadirang novel. Percetakan memungkinkan suatu tulisan digandakan secara massal dalam waktu singkat. Percetakan ini pula lah yang semakin membedakan karya sastra lainnya dengan novel. Misalnya Drama. Karya ini lebih ditujukan pada kumpulan orang tertentu. Pada kumpulan ini, seorang pengarang Drama dapat langsung melihat tanggapan pemirsanya. Di novel, pembaca menikmati secara kolektif. Seorang penulis juga tidak tahu reaksi dari pembacanya secara langsung sehingga timbul hubungan anonim. Sampai sekarang saya juga tidak tahu siapa itu Freddy S? Pengarang novel di tahun 80-an ini menuliskan banyak novel, tetapi sampai sekarang Freddy S seperti anonim bagi kita. Bahkan mungkin dianggap sebelah mata oleh sebagian orang karena ceritanya yang dibumbui esek-esek?
  3. Ekonomi Pasar
    Mendapatkan kenikmatan membaca suatu cerita jaman dulu agak sulit dibanding sekarang. Dulu, orang harus menggaji penulis (orang yang menggaji disebut patronage) atau berlangganan karya tulis terlebih dahulu. Saat ini penulis menggandalkan penerbit untuk berhubungan dengan pembaca. Tak dapat dielakkan, faktor kapitalisme berbicara. Penerbit tentu tak akan menerbitkan buku yang tak laku. Ekonomi pasar berlaku.
  4. Individualisme
    Ian Watt pernah menulis sebuah buku berjudul The Rise of Novel (1957). Buku tersebut membahas bahwa ada hubungan erat antara kemunculan novel dengan hadirnya kelas-kelas menengah di Inggris. Ia mengatakan, bahwa ada perbedaan mencolok antara novel dan roman. Pada novel, penggambaran individu yang berbeda satu sama lain sangat rinci. Tokoh novel mempunyai keinginan sendiri untuk menyelesaikan masalahnya, mempunyai sifat coba-coba (sifat penemu) sedangkan pada roman, sering hanya pasrah pada dewa-dewa. Tak ada keinginan individu yang nampak.
Rasanya ini juga berlaku sampai sekarang, bahwa novel lebih punya pembaca berjenis kelamin wanita daripada pria. Di Inggris, di masa-masa kebangkitan industri, seorang pria lebih banyak keluar rumah, eksplorasi sana-sani, maka hanya tinggalah wanita di rumah-rumah. Maka tak heran, menjelang abad-19, baik penulis ataupun pembaca novel adalah wanita. Anda tentu sangat mengenal George Eliot (nama aslinya Mary Anne), Jane Austen, atau Emily Bronte.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kakanda Redi; Resa dilukis

Kakanda Redi; Resa dilukis
Anak Papito udah gede. Tambah cantik :-*

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie
Pulang dari Pantai Kinjil, Ketapang

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie
Ada kucing kesayangan Resa nih.

Kakanda Redi; Resa

Kakanda Redi; Resa
Resa di ruang kerja Mr. Obama

Pondok Es Krim RESA Mempawah

Pondok Es Krim RESA Mempawah
Di-launching tanggal 12 Juni 2017

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Pondok Es Krim Resa Mempawah

Pondok Es Krim Resa Mempawah
Kami menawarkan tempat nongkrong lesehan yang Insyaallah nyaman dan santai. Mari berkunjung di pondok kami. Jalan Bahagia Komp. Ruko 8 Pintu, Mempawah.

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Dinda Risti turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Rhein Reisyaristie turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Mas Redi dan De' Yun

Mas Redi dan De' Yun
Lagi jalan-jalan di Wisata Nusantara Mempawah