Rabu, 28 Januari 2015

Sebuah Malam di Kafe Pustaka



Beberapa saat yang lalu.
Seperti biasa, sepulang dari kerja, saya selalu menyempatkan diri berkunjung ke Kafe Pustaka. Tak banyak yang saya lakukan di tempat yang sungguh nyaman ini. Sekedar duduk melepas lelah, menyalakan dan menghisap berbatang-batang rokok, sembari berbincang dengan teman-teman sastrawan lokal, adalah aktivitas yang bagi saya sangat menyenangkan. Kafe Pustaka adalah tempat nongkrongnya para seniman lokal. Penulis, pegiat teater, kelompok penari, seniman lukis, para backpacker, aktivis lingkungan, dan mahasiswa rajin berkunjung ke tempat ini. Saya sendiri sepertinya sudah mulai menemukan kelompok saya sendiri. Kelompok? Ah, tidak. Saya tidak suka terkotak-kotak oleh sesuatu yang sifatnya membatasi ruang gerak. Baiklah, saya sebut kelompok hanya karena mereka ini yang paling sering nongkrong dengan saya di Kafe Pustaka.

Adalah Ilham Setia, Asmirizani, Herlina, Pay Jarot Sujarwo, Dewi Mustikasari, dan sesekali juga muncul seniman lain yang juga turut bergabung di meja kami. Mereka ini adalah teman diskusi yang menyenangkan. Pengetahuan mereka tentang sastra sungguh luas. Saya yang menempatkan diri sebagai pemula sering dibuat terkagum-kagum oleh apa yang mereka bincangkan.

Ilham Setia misalnya. Ilham baru saja meluncurkan buku kumpulan puisinya beberapa saat yang lalu. Buku tersebut dia beri judul KAMA. Ilham adalah narasumber saya saat kami berbual-bual soal sastra. Sebagai seorang lulusan ilmu sastra dari Jogjakarta, sangatlah wajar jika pada akhirnya Ilham memiliki sesuatu yang lebih dari kami, tepatnya dari saya.

Asmirizani. Karib saya yang satu ini adalah salah satu penggerak roda keberlangsungan FLP Kalimantan Barat. Tulisannya rapi secara alur dan kuat jika ditilik dari segi tema. Berbincang dengannya soal Pramoedya Ananta Toer sungguh menyenangkan.

Beberapa saat yang lalu, entah kenapa, Kafe Pustaka sedang sepi. Banyak meja yang kosong. Meja kami yang kebetulan agak ramai. Saya dan dua karib saya tadi, Ilham dan Zani. Kami hanya bertiga. Kami mengupas soal keberlangsungan sastra di Kalimantan Barat. Ilham telah membuat terobosan yang menurut saya dan Zani adalah langkah nyata yang sangat cerdas. Ilham membentuk wadah informasi soal sastra di Kalimantan Barat yang kemudian dia sebut dengan nama Dialog Sastra Kalbar (DSK). Malah, rencananya, DSK akan me-launching buku kumpulan puisi dari seluruh penulis yang ada di Kalimantan Barat. Sebuah gebrakan yang patut diacungi jempol dan wajib didukung.

Malam kian beranjak saat Ilham berinisiatif membacakan cerpen karya Pay Jarot Sujarwo yang berjudul RANJANG. Suara Ilham yang berat dan mendayu-dayu,mengekspresikan setiap dialog dalam cerpen, membuat saya takjub dan tak hendak mengabaikan satu kalimat pun dari cerpen yang sedang dia bacakan.

Begitu pembacaan cerpen selesai, saya dan Zani memberikan apresiasi yang sangat sederhana: tepuk tangan. Ilham berencana akan mementaskan naskah Ranjang menjadi drama monolog. Oh, sebuah ide yang cerdas. Saya sungguh tak sabar menunggu pementasan drama monolog-nya Ilham ini.

Kemudian, kami larut kembali dalam konsep Ilham dalam upaya menghidupkan kembali geliat sastra di Kalimantan Barat yang memang beberapa tahun terakhir sedang tidur panjang. Saya menyimak dengan serius dan sesekali memberikan pendapat yang menurut saya perlu. Zani juga demikian. Kami saling bertukar pendapat. Sungguh sebuah diskusi yang bernas.

Akhirnya, kami sama-sama menghabiskan sisa kopi di gelas masing-masing lantas membayar ke kasir. Eva ‘Si Poni Kuda’ sudah menunggu dengan judesnya. Hahahaaaa… kata Ilham, malam ini Eva cantik sekali. Saya dan Zani mencibir dan tertawa setelahnya.

Pukul sepuluh. Kami berjanji untuk berjumpa lagi esok malam. Tak mengapa hanya segelas kopi dan sebungkus rokok. Tanpa sajian yang istimewa sekalipun, diskusi kami akan tetap jalan. Saya akan selalu senang mendengarkan para karib saya itu bercerita soal sastra.

Januari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kakanda Redi; Resa dilukis

Kakanda Redi; Resa dilukis
Anak Papito udah gede. Tambah cantik :-*

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie
Pulang dari Pantai Kinjil, Ketapang

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie
Ada kucing kesayangan Resa nih.

Kakanda Redi; Resa

Kakanda Redi; Resa
Resa di ruang kerja Mr. Obama

Pondok Es Krim RESA Mempawah

Pondok Es Krim RESA Mempawah
Di-launching tanggal 12 Juni 2017

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Pondok Es Krim Resa Mempawah

Pondok Es Krim Resa Mempawah
Kami menawarkan tempat nongkrong lesehan yang Insyaallah nyaman dan santai. Mari berkunjung di pondok kami. Jalan Bahagia Komp. Ruko 8 Pintu, Mempawah.

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Dinda Risti turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Rhein Reisyaristie turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Mas Redi dan De' Yun

Mas Redi dan De' Yun
Lagi jalan-jalan di Wisata Nusantara Mempawah