Senin, 16 Desember 2013

Kakanda Redi: Durian Sialan

Sabtu, 14 Desember 2013
Mempawah.
08.37 WIB

Cuaca sedang mendung. Baru mendung dan belum hujan. Merasa suntuk, saya memutuskan untuk keluar sebentar. Jalan-jalan ke pasar tentu tak ada salahnya, pikir saya.

Dan, saya pun keluar.

Sampai di pasar, mata saya tertuju pada tumpukan buah durian yang disusun tak jauh dari genangan air sisa banjir kemarin. Saya singgah ke situ. Saya ingat, di saku celana saya ada uang, kira-kira empat puluh ribuan. Tak banyak, tapi cukup untuk membawa pulang beberapa buah durian. Saya tersenyum senang.

Begitu saya mendekat dengan tumpukan buah durian tadi, saya mulai berpikir tiga kali untuk beli. Durian ini kecil-kecil, sudah mulai kering, dan buahnya tidak mulus. Banyak lobang bekas ulat keluar masuk. Tapi saya tetap memilih-milih. Mungkin karena sudah terlanjur turun dari motor, jadi tak ada salahnya saya memilih-milih juga.

Basa-basi saya bertanya ke penjual buah yang duduk lesu menunggu pembeli, "Berape sebutik nih, Bang?" tanya saya sambil menjentik-jentik buah durian dengan telunjuk saya. Sesekali buah yang saya pegang itu saya cium, sekedar memastikan kalau buah yang saya pegang itu benar-benar masak.

"Itu duak limak jak, mantap tuh. Buah Balai Karangan."

Aku tersentak. Dua lima??? Sebiji ini harganya dua puluh lima ribu??? Orang ini stress atau mabok sih??? Nggg... buah ini kecil. Sudah tidak segar lagi. Dan, yang jualan durian bukan cuma dia kok. Rasanya sangat janggal kalo buah sekecil ini harganya dua puluh lima ribu.

Tapi aku tak putus asa. Mungkin masih bisa ditawar, batinku mantap.

"Duak limak duak biji lah ye, Bang. Tadak gak besak benar bah buah ini nih. Camane? Sip ndak?"

Si penjual durian menggeleng, "Tak bise, Jang. Buah Balai tu. Buah bagos tu, Jang."

Aku menyerah, bangkit dari jongkokku. Durian aku letakkan begitu saja. Di dalam hati aku merutuk kesal, tungguin saja buah-buah itu sampai busuk. Percaya saja, sebentar lagi akan turun hujan deras. Pasar akan banjir lagi. Dan, anda akan menyesal, anda akan semakin sedih lantaran buah-buah Balai Karangan kebanggaan anda ini akan terendam banjir lalu membusuk pelan-pelan. Lihat saja!

Aku pulang dengan perasaan dongkol. Durian sudah tidak lagi menggugah selera. Sialan!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kakanda Redi; Resa dilukis

Kakanda Redi; Resa dilukis
Anak Papito udah gede. Tambah cantik :-*

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi - Dinda Risti - Rhein Reisyaristie
Pulang dari Pantai Kinjil, Ketapang

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie

Kakanda Redi; Rhein Reisyaristie
Ada kucing kesayangan Resa nih.

Kakanda Redi; Resa

Kakanda Redi; Resa
Resa di ruang kerja Mr. Obama

Pondok Es Krim RESA Mempawah

Pondok Es Krim RESA Mempawah
Di-launching tanggal 12 Juni 2017

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Pondok Es Krim Resa Mempawah

Pondok Es Krim Resa Mempawah
Kami menawarkan tempat nongkrong lesehan yang Insyaallah nyaman dan santai. Mari berkunjung di pondok kami. Jalan Bahagia Komp. Ruko 8 Pintu, Mempawah.

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Istri Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Dinda Risti turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA

Anak Kakanda Redi: SAYA INDONESIA SAYA PANCASILA
Rhein Reisyaristie turut memperingati Hari Lahir Pancasila 01 Juni 2017

Mas Redi dan De' Yun

Mas Redi dan De' Yun
Lagi jalan-jalan di Wisata Nusantara Mempawah