Dewi Mustikasari & Kakanda Redi
Malam yang pekat telah melarutkan pikiranku
jauh melayang. Aku mengikis sisa-sisa kenangan yang hampir lama pudar. Perasaan
yang mungkin lama mati dan terkubur belasan tahun silam. Bahkan tak pernah lagi
terlintas dalam benakku untuk mengingat atau mengenang memori itu.
Namun ternyata aku salah. Aku kini dihadapkan
oleh kenangan yang memaksaku menggali lagi kejadian-kejadian lampau tersebut.
Tanpa kusadari dan tak pernah kusangka, aku mengingat semuanya dengan cukup
baik dan mungkin hampir saja tak ada satupun yang terlupakan olehku. Semua
berawal ketika kutemukan dia di sebuah jejaring sosial.
Tanpa sengaja kulihat profilnya muncul di
layar laptopku. Jujur, aku takjub kala itu. Kuteliti profilnya dan kuperhatikan
gambar-gambar dirinya, hmmmm, banyak perubahan terjadi padanya. Satu
diantaranya adalah wajah tirus yang berbeda dari belasan tahun lalu, saat aku
diam-diam sering memperhatikannya. Hatiku berkata, wajahnya seperti menyimpan
sebuah beban besar dalam hidupnya. Aku tak ingin mengira-ngira. Tapi sungguh
itulah yang aku tangkap, yang aku rasakan.
Satu hal yang tak kutemukan: dimana istri dan anaknya??? Tak satupun
tampak foto-foto yang menampilkan orang-orang yang dicintainya itu. Hanya ada
beberapa gambar dirinya dan beberapa foto yang menurutku tak begitu berpengaruh
dalam hidupnya.
Sekelumit tanda tanya menyusup dalam hatiku.
Apa yang terjadi padanya? Mungkinkah belum ia temukan pendamping hidupnya? Ah,
tapi gak mungkin. Usiaku dan usianya kan gak beda jauh. Hanya terpaut bulan
saja. Aku saja sudah punya anak dua. Gak mungkin sekali kalau dia masih
membujang. Tapi… tapi di FB-nya kok gak ada foto-foto keluarganya???
Beberapa waktu setelah kutemukan dia di
jejaring sosial, aku hanya mendiamkannya saja. Aku tak memiliki keberanian
untuk mengomentari keberadaannya. Hingga suatu saat kubaca sebuah puisi yang
begitu aku suka di sebuah catatannya. Kuberanikan diri untuk mengomentari
catatan tersebut. Tak kusangka juga dia menyapaku dan kami larut dalam obrolan
hangat. Yah, meskipun dalam dunia maya, aku merasa kami cukup akrab saat itu.
Padahal saat aku dan dia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, tak
pernah aku berbicara seakrab itu. Sangat bertolak belakang malah.
Pikiranku berkeliling, memutar, melayang jauh
menuju masa lalu. Pada saat aku dan dia masih mengenakan seragam putih abu-abu,
sungguh, dia kelihatan begitu cupu, norak, kuper, dan sekian lagi julukan yang
menggambarkan betapa sendiriannya dia. Tak punya kawan. Tak pandai bergaul. Tak
pernah didekati siapa-siapa. Ada orang yang ingat atau sadar bahwa dia ada saja
itu sudah sangat bagus.
Sekali waktu, kuhampiri juga dia. Waktu itu
aku hanya kasihan melihatnya selalu duduk sendirian. Sepi dan tak berteman.
Kubaca nama lengkap yang terpampang jelas di dada kanan seragam sekolahnya.
Ardian Dewa Pamungkas. Oh, sungguh, itu adalah nama yang sangat bagus.
“Hai,” waktu itu dia hanya terperanjat dan
menatapku lekat-lekat.
“Kenapa?”
Oh, sinisnya, pikirku. Tapi tak apa. Mungkin
belum kenal.
“Maaf, boleh aku duduk di sini?”
Lagi-lagi Dewa menatapku dengan tatapan
sengitnya, “Duduk saja. Ini kan bangku sekolahan. Bukan bangkuku. Semua warga
sekolah berhak kok duduk di sini. Gak perlu minta ijin dulu.”
Aku terperangah, “Pantas saja kau tak punya
teman. Caramu menanggapi perkenalan barusan saja sudah keji begitu. Jadi wajar
kan, kalau kawan-kawan tak ada yang mau dekat denganmu?”
“APA PEDULIMU?”
Sekali lagi, aku terperangah. Aku sama sekali
tidak menyangka bakal mendapat perlakuan sadis seperti barusan. Sakit. Sakit
sekali.
Kubiarkan Dewa pergi meninggalkanku yang
masih mematung di dekat bangku taman sekolah. Di dalam hati, aku bersumpah
bahwa aku tak akan pernah menyapa manusia bernama Ardian Dewa Pamungkas lagi.
Sampai kapanpun.
***
Malam ini aku online lagi. Aku tak ingin menulis status apa-apa. Aku hanya ingin
melihat status teman-teman saja. Jika ada yang menurutku bagus, lucu, menyentuh,
heboh, maka aku akan menghadiahi status mereka dengan jempol tanda suka. Atau
aku akan mengomentari status mereka yang terang-terangan menyeret-nyeret namaku
untuk ikut serta terlibat dalam kehebohan status mereka malam ini.
Misalnya, temenku yang punya nama ‘Kanda
Yosi’ bikin status: Jangan maen petasan
di sebelah kompor gas. Bahaya. Sebab yang punya peluang meledak gak hanya
petasannya doang, tapi kompor gas-nya sekalian. Colek temen-temen ah: Sari
Mustika Dewi, Alina Kirei, dan Sujarwo Ganteng.
Ah, bener-bener konyol nih bocah. Kalo udah
begini, gak cuma jempol yang aku kasih, komentarku yang paling konyol juga
bakal aku beri.
Setelah meninggalkan komentar di dinding
Kanda Yosi, aku menjelajahi lagi status temen-temen yang lain. Membosankan sih
memang. Kebanyakan juga norak. Gimana gak norak, coba? Mau pipis aja pake
laporan ke FB. Apa-apaan sih mereka? Minta dicebokin?
Dan, oh… ada yang ngajakin chating. Dewa Pamungkas. Hah??? Dewa
ngajakin Chating duluan??? Yang benar
saja!
Dewa:
Malem, Sari
Mustika. Sibuk?
Aku:
Malem, Dewa.
Gak kok. Kalo aku sibuk, aku gak online J
Dewa:
Pengen
curhat, tapi gak ada temen. Mau jadi temen curhatku malam ini?
Aku:
Nggg…
sepertinya menarik. Oke deh. Soal apa? Aku jadi pendengar aja, kan? Aku ogah
loh ya kalo disuruh komentar. Males. Ntar dijutekin lagi kayak SMP dulu :’(
Dewa:
Hahahaaa…
semalem aku berkelana loh ke masa-masa itu. Kalo diingat-ingat, aku jahat
banget ya waktu itu.
Aku tertegun. Dia mikirin masa-masa SMP dulu?
Lah, kok sama sih? Semalem aku juga mikirin hal ini. Malahan aku ingat lagi
sama sumpahku. Tapi gara-gara puisi sialan itu aku jadi negur Dewa di FB.
Aku:
Ho-oh… JAHAT
BANGET. Aku sampe sebel sama kamu. Aku sampe bersumpah untuk gak negur kamu
lagi. Kamu udah bikin aku kayak orang bego dulu itu. Aku menghampirimu, kamu
malah ninggalin aku. Sialan.
Dewa:
Tapi
akhirnya kamu melanggar sumpah kan? Heheheheheeee….
Aku:
Udah, lupain
ajah. Cepetan, mau curhat apa nih? Mumpung belom ngantuk.
Dewa:
Aku lagi
naksir cewek. Dia cantik. Masih muda, sangat muda. Usianya terpaut tujuh belas
tahun dari usia kita. Tapi aku takut. Cewek yang aku taksir kayaknya marah sama
aku. Tiap aku ajak ketemuan, selalu gak mau. Siang malam aku mikirin dia.
Aku:
Takut
kenapa? Kurang usaha kali…
Dewa:
Udah, Tika.
Malahan pas di hari ulang tahunnya, aku udah bela-belain beli kado yang bagus.
Aku mau kasih ke dia. Maksudku, aku mau serahin langsung ke dia. Dan kamu tau
dia dimana??? Dia di rumah neneknya. Dia sama sekali gak ngasih aku kesempatan
untuk ketemu barang lima menit saja. Dramatis banget deh, Tika. Aku nunggu
sambil kehujanan. Aku lalu berteduh di surau deket rumahnya. Berharap cewek itu
bakal bilang: tunggu bentar. Tapi gak ada. Dia malah nyuruh aku nitipin kado
spesial ini di surau saja. Kebangetan gak tuh?
Jujur, aku sempet berpikir kalau cewek yang
ditaksir Dewa ini jahat. Sangat jahat malah. Atau mungkin jutek Dewa semasa SMP
dulu belom hilang, jadinya tuh cewek males kalo deket-deket sama Dewa lagi?
Atau, karena masih sangat muda, cewek ini jadi gak ngerti artinya pengorbanan?
Entahlah.
Aku:
Wa, sori nih
ya. Kamu masih jutek kayak waktu SMP dulu yah?
Dewa:
Gak kok,
Tika. Aku udah berubah. Malahan kalo kamu ketemu aku langsung, kamu bakal lupa
kalo aku pernah jutek dan sinis sama kamu. Hahahaaa… Beneran ini.
Aku:
Berarti
cewek itu memang jahat ya, Wa. Kamu yang udah tulus begitu kok gak ditanggepin.
Wah, kebangeten tuh cewek.
Sepi. Dewa menghilang. Tapi dia masih online.
Aku:
Wa, kamu
masih hidup? Kamu gak minum racun kan, Wa?
Dewa:
Iya, Tika.
Aku masih di sini. Nggg… kalo aku curhat yang lebih privasi, kamu mau denger
gak?
Aku:
Selama kamu
gak keberatan nyeritain hal yang kamu anggap privasi itu, kenapa nggak? Cerita
aja.
Dewa:
Tika,
sebenarnya… sebenarnya aku sudah… sudah punya istri dan empat orang anak.
Kalo aja saat ini aku pas lagi minum, pasti
aku udah kesedak dan aer yang aku minum bakal muncrat kemana-mana.
Aku:
Dan cewek
yang kamu taksir itu tau???
Dewa:
Iya, dia
tau. Tapi… tapi aku udah bilang kalo aku udah pisahan dengan istriku sejak
tujuh bulan yang lalu. Apa aku salah?
Aku:
DASAR
LAKI-LAKI SARAP!!!
Aku offline.
Memang sialan si Dewa itu. Gobloknya gak
abis-abis. Dulu cupu, kuper, norak, cemen. Sekarang malah ketambahan sarap,
stress, bego, tolol.
Ah, aku kok jadi inget sama statusnya Kanda
Yosi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar