juga sentuhku yang terasa cepat benar menjadi dingin di genggam tanganmu
sementara mencipta jarak denganmu hanyalah menabur butir-butir rindu saja
menguncup sebagai pelukan yang sebentar nanti akan lekas terasa
saat mataku mulai tersesat pada kerlip tarian cahaya
saat lamunku mulai lebur dalam belantara arus sebuah sungai tua
entah kenapa aku masih juga disini
duduk memandangmu yang sesekali kurupa sebagai riak kecil yang menggelombang
menyentuh segala sesuatu yang kita sebut sebuah kenang
tentang kita yang kadang terhanyut serupa rerantingan
yang singgah pada sebuah negeri yang lain
yang hanya mengenali satu rupa saja
jika tidak kau, tentu aku –masing dari kita pelan berkata-
kita mengerti bahwa setiap sudutnya telahpun sunyi
telahpun gelap
tapi aku punya kau: riak kecil yang menggelombang
yang selalu memantulkan segala tarian cahaya meski selalu senyap
teramat setia, teramat tetap…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar