Interlude
Pagi
senyumnya menyapaku lewat jeda dzikir yang samar-samar
aku dengar, tadi
tapi ranjangku tak hendak sudi ku tinggal pergi
kebekuan pagi ini sebenarnya sanggup mematahkan batang padi
tapi bajak sudah dipikulnya
di kandang sudah tak ada lagi sapi-sapi
yang sebentar lalu masih menemaniku mengulur mimpi
mataku sayup pekat pada perapian yang kian hangat
pada segelas teh serbuk asli
yang kelat
…aku menggeliat,
apa ini sudah pagi?
Interlude
Siang
buih-buih
putih dan gemericik air
kali menyambut tubuhnya
yang
lelah sekali
lantas
keruh di ujung sana
bekas
telapak kakinya yang banyak
menyimpan cerita
tentang
negeri-negeri persinggahan
senyumnya
menyapaku lewat
Jeda
dzikir yang samar-samar
aku
dengar, tadi
tapi
kailku masih aku
lempar
kesana-kemari
sudah
tiga lele yang
aku
tangkap hari ini
nunggu
enam,
baru
aku pulang
April 2007
Interlude Senja
semilir angin singgah di keningnya dengan sangat mesra
dipandangnya langit indah
alam goresan siluet
sambil duduk bersila
kek, lelenya cuma lima
malam mematahkan kailku
saat hampir ku tangkap yang keenam
kita pulang,
kita bakar saja yang lima
tadi
dengan perapian senyum ketenangan
besok, mulai dari satu lagi
tapi enam, tujuh lele
mesti kita dapatkan!
April 2007
Interlude
Malam
kembali, dipan tua dan kusam siap
mengantarkan
malamnya menuju kerajaan yang paling
manja
yang paling nyaman
keningnya mengkerut
barangkali sapinya lupa disuguhi makan
malam
ia menerawang pada gelap
sambil gending-gending
lama Ia lantunkan
pelan-pelan sampai senyap
baru ia lelap
besok pagi,
kembali senyumnya akan menyapaku lewat
jeda
dzikir yang samar-samar aku dengar,
saat aku masih meringkuk erat
nanti, sebentar lagi
sapi-sapinya pasti sudah hilang sama
sekali.
April 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar