Oleh : Octa (Blog: Octa Cintaa Buku)
Dibandingkan
dengan Puisi dan Drama, novel masih terbilang bayi. Bahkan puisi sudah
ada sejak jaman oral peradaban manusia. Sampai sekarang memang masih ada
beberapa perdebatan mengenai kapan tepatnya novel mulai terlahir.
Artikel ini tidak juga menghakimi kapan novel lahir tetapi lebih pada
menikmati perjalanan kapan kuncup novel, suatu dunia yang saya cintai
mulai berhias untuk menarik perhatian saya.
Mengenal kelahiran novel memang tidak membuat kita
jadi penulis hebat. Begitu juga tak akan membuat kita me-revolusi novel
(buat apa coba?), tetapi setidak-tidaknya kita terpuaskan sedikit untuk
menjawab jika ada pertanyaan-pertanyaan seperti: Novel mana yang
dianggap sebagai novel pertama? Apakah Pamela karangan Samuel Richardson atau karya-karya Daniel Defoe seperti Robinson Crusoe? Bagaimana
dengan Jane Austen? Memang tidak mudah menjawab pertanyaan ini. Namun
setelah mengenal kelahiran novel, setidak-tidaknya anda mempunyai
jawaban dan alasan sendiri.
Sebelum tahun 1700-an, atau sebelum abad 18,
novel-novel belum berbentuk seperti saat ini. Tulisan-tulisan yang
disebut novel pada saat itu lebih mengacu kepada tulisan-tulisan pendek
seperti Decameron. Tulisan ini dikumpulkan oleh Boccaccio (1313-1375).
Di beberapa tempat, sebelum kemunculan novel,
terdapat karya sastra yang merupakan cikal bakal dari novel. Karya
sastra itu bernama roman (dalam bahasa inggris disebut romance).
Roman dibedakan dari novel karena beberapa alasan. Roman lebih
menceritakan hal-hal yang tidak nyata di kehidupan manusia. Kalaupun
menceritakan hal nyata, biasanya terlalu berlebihan sehingga masih tidak
masuk akal. Suatu hal yang jamak pada Roman jika dia memasukkan
unsur-unsur magis, mantra, penyihir, dewa-dewi, atau pahlawan-pahlawan
mistis. Bahkan bahasa puisilah yang dipakai untuk menuliskan
cerita-cerita tersebut. Sementara itu pada abad ke-12 di Perancis,
cerita roman lebih ke kisah percintaan khayal. Aturan-aturan cerita di
dalamnya juga kaku, sesuai dengan aturan-aturan masyarakat saat itu.
Disamping itu, roman biasanya ditulis berjilid-jilid seperti yang
diungkapkan oleh Lord Chesterfield:
….a novel is a kind of abbreviation of a romance; for romance generally consists of twelve volume…..
….sebuah novel mirip dengan ringkasan dari roman karena roman biasanya terdiri dari 12 jilid…
Meskipun demikian, novel tidak dapat dipisahkan
secara tegas dari roman. Sampai sekarang pun novel-novel bernuansa
magis, mantra, gothic juga masih ada. Anda tentu masih ingat dengan
Harry Potter (J. K. Rowling ), The Hobbit (J.R.R Tolkien), atau kisah
fantasi lainnya.
Di Inggris, ketika James Watt menemukan mesin uap
pada tahun 1765, revolusi industri mulai terjadi. Di tahun 1770, membaca
novel seperti menonton bioskop di masa kini. Di masa itu, orang-orang
mulai berpenghasilan sendiri. Sebelumnya, penghasilan seseorang
kebanyakan dari warisan-warisan pendahulunya. Karena mereka
berpenghasilan sendiri, maka sifat individualistik mulai tumbuh. Dengan
demikian, kelas-kelas menengah mulai bermunculan. Apalagi kehadiran
filsuf-filsuf naturalis seperti John Locke semakin memperkuat keinginan
orang untuk dapat mengubah nasib sendiri. Era seperti inilah yang
menunjang inspirasi seseorang untuk menulis novel.
Menurut Jeremy Hawthorn, ada empat faktor pendorong kehadiran novel.
-
Meluasnya Kemampuan Baca
Novel selalu dalam bentuk tertulis. Dengan demikian tentu mengharuskan penikmatnya dapat membaca. Meluasnya melek-huruf ini mendorong novel semakin meluas. Meskipun pada awalnya ada saja orang-orang buta huruf yang mendengar pembacaan cerita dari seorang penutur di jaman Charles Dickens (1812-1870), namun umumnya novel dibaca secara pribadi oleh seseorang. -
Percetakan
Teknologi percetakan turut mendukung kehadirang novel. Percetakan memungkinkan suatu tulisan digandakan secara massal dalam waktu singkat. Percetakan ini pula lah yang semakin membedakan karya sastra lainnya dengan novel. Misalnya Drama. Karya ini lebih ditujukan pada kumpulan orang tertentu. Pada kumpulan ini, seorang pengarang Drama dapat langsung melihat tanggapan pemirsanya. Di novel, pembaca menikmati secara kolektif. Seorang penulis juga tidak tahu reaksi dari pembacanya secara langsung sehingga timbul hubungan anonim. Sampai sekarang saya juga tidak tahu siapa itu Freddy S? Pengarang novel di tahun 80-an ini menuliskan banyak novel, tetapi sampai sekarang Freddy S seperti anonim bagi kita. Bahkan mungkin dianggap sebelah mata oleh sebagian orang karena ceritanya yang dibumbui esek-esek? -
Ekonomi Pasar
Mendapatkan kenikmatan membaca suatu cerita jaman dulu agak sulit dibanding sekarang. Dulu, orang harus menggaji penulis (orang yang menggaji disebut patronage) atau berlangganan karya tulis terlebih dahulu. Saat ini penulis menggandalkan penerbit untuk berhubungan dengan pembaca. Tak dapat dielakkan, faktor kapitalisme berbicara. Penerbit tentu tak akan menerbitkan buku yang tak laku. Ekonomi pasar berlaku. -
Individualisme
Ian Watt pernah menulis sebuah buku berjudul The Rise of Novel (1957). Buku tersebut membahas bahwa ada hubungan erat antara kemunculan novel dengan hadirnya kelas-kelas menengah di Inggris. Ia mengatakan, bahwa ada perbedaan mencolok antara novel dan roman. Pada novel, penggambaran individu yang berbeda satu sama lain sangat rinci. Tokoh novel mempunyai keinginan sendiri untuk menyelesaikan masalahnya, mempunyai sifat coba-coba (sifat penemu) sedangkan pada roman, sering hanya pasrah pada dewa-dewa. Tak ada keinginan individu yang nampak.
Rasanya ini juga berlaku sampai sekarang, bahwa novel
lebih punya pembaca berjenis kelamin wanita daripada pria. Di Inggris,
di masa-masa kebangkitan industri, seorang pria lebih banyak keluar
rumah, eksplorasi sana-sani, maka hanya tinggalah wanita di rumah-rumah.
Maka tak heran, menjelang abad-19, baik penulis ataupun pembaca novel
adalah wanita. Anda tentu sangat mengenal George Eliot (nama aslinya
Mary Anne), Jane Austen, atau Emily Bronte.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar