anakku bertanya:
musim kemarau adalah
musim layang-layang
turun-temurun dari
jaman datuk sampai sekarang
apa benar demikian?
aku harus bilang apa,
selain anggukan?
anakku lalu bilang:
musim layang-layang
kali ini tidak bikin senang
layang-layang baru
terbang sejengkal benang
tapi layang-layang
sudah hilang
lihatlah anakku,
langit sebelah barat
hitam pekat
matahari senyap coklat
pucat
ah, layang-layangmu
menangis, nak, kehilangan tempat
selalu saja begini
menjelang musim bakar
bulan juni
hutan berkobar-kobar
asap menampar-nampar
di tengah padang,
layang-layang hilang kendali
samar sekali
kelihatannya dari sini
sudahlah nak,
biar layang-layangmu
bebas menentukan hidupnya sendiri
menata abjad-abjad,
mencipta sajak sebuah elegi
mari kita pulang,
langit sudah gelap memudar
padahal hari belumlah
sore benar
Pontianak, April 2012
n.b.
Puisi ini dimuat dalam buku Antologi Puisi Bersama Lima Negara
terbitan TUAS MEDIA, 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar