UNTUK MICHAEL:
MENIKMATI RASA PERSONALITAS PADA
SAJAK-SAJAK HERLINA
Oleh: Kakanda Redi
Beberapa tahun yang
lalu, saya berhasil ‘menghasut’ Herlina untuk terlibat dalam penggarapan buku
antologi cerita pendek. Tidak hanya berhenti pada satu buku saja. Melainkan dua
buku. Dua buku itu terbit dalam kurun waktu satu tahun. Bukan main.
Buku
yang pertama adalah ARUS, sebuah antologi cerita pendek (Literer Khatulistiwa,
2013) yang kami tulis bersama tiga penulis Kalimantan Barat lainnya. Lantas,
hanya dalam kurun waktu beberapa bulan setelah terbitnya ARUS, saya dan Herlina
kembali meluncurkan KENANGAN MUSIM SEMI (Literer Khatulistiwa, 2013).
Saya
kira, Herlina akan nyaman di jalur cerita pendek sebagaimana halnya dengan
saya. Rupanya saya salah. Setelah KENANGAN MUSIM SEMI, saya pelan-pelan
meluncurkan buku-buku kumpulan cerita pendek yang saya tulis sendirian. Herlina
justru berhenti. Tidak lagi menulis cerita pendek. Herlina ternyata menemukan
media yang lebih nyaman untuk mengungkapkan emosi personalnya; sajak.
Sajak-sajak
Herlina yang terangkum dalam kumpulan sajak UNTUK MICHAEL ini menawarkan
kisah-kisah percintaan yang kompleks dengan segala hal yang menjadi latar
belakang penulisannya. Benar, Herlina cukup piawai menyuarakan kegelisahan,
jatuh cinta, rindu, patah hati, dan kenangan akan sesuatu lewat sajak. Jika
kita meninjau dari segi faset tematis, kita akan mendapati dengan gamblang, secara umum tema yang digarap
Herlina dalam kumpulan sajak ini tidak jauh dari tema percintaan yang bisa
dikatakan saat ini menjadi konsumsi kaum muda. Umum. Mudah ditemukan di
koran-koran yang memuat sajak-sajak yang ditulis juga oleh kaum muda. Namun,
tak perlulah kita berpikir bahwa sesuatu yang lahir dari peristiwa-peristiwa
yang sedang populer dibicarakan akan segera usang dan dilupakan orang. Masalah
percintaan adalah masalah yang universal. Tema ini bisa digarap dari sudut mana
saja. Herlina pun begitu. Tema percintaan yang digarap Herlina di buku ini
lebih kepada bagaimana Herlina menyuarakan kegelisahan batin, jatuh cinta
diam-diam, atau rindu yang menggebu namun tak tersampaikan. Sekali lagi saya
katakan, Herlina adalah penulis yang ditakdirkan memiliki kepekaan yang tinggi
terhadap masalah percintaan dan telah menemukan media yang tepat untuk
menyuarakan apa yang dia rasakan.
Meminjam
sedikit pendapat Joni Ariadinata, benar bahwa ribuan karya sastra telah ditulis
orang di seluruh dunia, baik dalam bentuk novel, puisi, maupun cerita pendek.
Jika kita cermati, dari seluruh sejarah penulisan karya sastra, nyaris tak ada
satu pun penggarapan yang baru dari segi tema. Kemanusiaan, cinta, keadilan,
kebenaran –dan seribu satu macam kisah anak manusia yang berhubungan dengan
itu- adalah inti tema yang selalu digarap ulang oleh setiap pengarang di
seluruh dunia. Tak pernah jenuh dan bosan. Dalam arti kata, secara tematik,
materi karya sastra pada dasarnya telah habis. Bolehlah dikatakan bahwa
sebenarnya Herlina, dan penulis-penulis di seluruh dunia, hanya menyajikan tema
yang sudah ada namun dengan gaya yang berbeda. Herlina menyajikan kisah
percintaan dengan menggunakan diksi-diksi yang sederhana, biasa ditemukan dalam
percakapan sehari-hari, namun tetap cantik dengan balutan metafora-metafora
yang unik dan segar. Herlina cukup konsisten dalam hal ini.
Mari
kita nikmati salah satu sajak yang Herlina tulis di dalam buku ini:
pada matamu
kutanam setangkai mawar
kemarin dan kemarinnya lagi
lalu hujan menyuburkannya
hari ini
sekuntum mawar mekar dari matamu
ketika kupetik
durinya menusuk diri sendiri
Sajak
ini diberi judul ‘Mawar dan Matamu’ oleh Herlina. Lihatlah, begitu piawainya
Herlina menceritakan kisah percintaan yang panjang hanya dalam beberapa baris
saja. Herlina fasih bercerita tentang bagaimana ‘si aku’ yang terus-menerus
menumbuhkan kebahagiaan dalam waktu yang tidak sebentar, kemarin dan kemarinnya lagi. Perjumpaan demi perjumpaan
menumbuhsuburkan kebahagiaan yang telah dijaga selamaa ini. Lantas, sampailah
pada suatu masa, saat kebahagiaan itu akan diungkapkan, justru kesakitan yang
didapatkan. Sungguh, sebuah kesakitan yang hanya sanggup diceritakan dengan
fasih oleh personalitas atau individu yang tahu betul bagaimana rasanya.
Terlepas dari benar atau tidaknya Herlina sudah mengalami masa-masa ini, sajak
di atas sangat menggetarkan si pembaca, dalam hal ini adalah saya sendiri.
Metafora yang segar. Bahasa yang mendayu-dayu. Rasa personalitas yang kuat.
Sudah cukup membuat saya turut merasakan emosi yang disuguhkan oleh sajak di
atas.
Herlina,
dalam proses kreatif penciptaan sajak-sajaknya, tentu tidak lepas dari situasi
kausalitas yang melibatkan komponen-komponen yang sudah pasti memiliki hubungan
timbal balik; karya sastra, pengarang, semesta, dan pembaca. Sebagai pengarang,
Herlina telah melahirkan karya sastra yang dalam penciptaannya, hampir seluruh
sajak yang dia tulis ‘berpedoman’ pada semesta. Pembaca buku ini nantinya tak
perlu repot-repot menemukan hal itu. Semua sudah tersaji dengan jelas. Sebab,
ekspresi estetika dan suara batin Herlina sebagai individu yang kerap
bersinggungan dengan semesta, tertuang dengan lugas pada sajak-sajak yang ada
di buku ini.
Terlepas
dari seluruh sajak yang menjadi isi buku ini, harus kita akui, Herlina sudah
melangkah maju. Terbitnya ‘Untuk Michael’ adalah upaya regenerasi dan
berkesinambungannya kesusastraan di Kalimantan Barat yang sudah terealisasi.
Benar bahwa kelak akan ditemukan kekurangan dalam buku kumpulan sajak ini dan
hal itu lumrah. Silakan diperdebatkan. Namun, satu hal yang harus kita ingat
dan kita pahami bersama; kemajuan dunia literasi tidak cukup hanya dengan koar-koar
dan mengajukan setumpuk teori!
Akhirnya,
dengan senyum dan perasaan bahagia yang membuncah, saya mengucapkan selamat
untuk karib saya ini. Terus berkarya, Herlina. Terus menulis. Mengutip sebuah
pepatah latin yang begitu populer; Verba
Volant, Schrifta Manent. Memang begitulah tabiat kata-kata. Setumpuk teori
tadi, sekali lagi, kalau cuma sekedar teori, secerdas apapun bunyinya, akan
lenyap dibawa angin. Namun, kata-kata yang sudah tercatat, yang sudah dituliskan,
akan abadi, akan selamanya dibaca dan dikenang orang.
Februari 2017
Kakanda
Redi
Pemimpin Redaksi
www.sayap-imaji.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar