*pernah dimuat di www.saibumi.com
Seperti Ada yang Mengetuk Pintu
mungkin inilah sajak penghabisan yang kerap menjelma sebagai
malam-malam yang penuh debar. sajak yang melarung rupa bayangmu yang
hanyut oleh detik-detik berdetak dan kian samar. sedang di hatiku
seperti ada yang bertamu. mungkin itu waktu. entahlah. mungkin dendam
yang terkapar. entah juga. mungkin masa lalu yang terbakar. mungkin iya.
di luar, seperti ada yang mengetuk pintu. aku mulai tak sabar. larut
oleh segenap ingat dan kenang yang kembali. pulang menampar. ingin
segera kubuka. mungkin itu waktu. entahlah. mungkin iya. mungkin. aku
mulai tak sabar.
tapi aku diam di sudut lembar-lembar kenang. jatuh gemetar. kenang
memudar. dan di luar, seperti da yang mengetuk pintu. mungkin masa lalu
yang terbakar. mungkin iya.
(mempawah)
12 – 2013
Di Mana Kau?
subuh yang teduh. khusyuk yang penuh. serupa sepi, air mata jatuh
diam-diam seirama dengan jiwa yang luruh. pencarian tanpa jenuh. tapi di
mana kau?
pagi terlampau lekas pergi. siang melenggang tenang tanpa sekelebat
pun bayang-bayang. malam diam tenggelam dalam. tapi di mana kau?
aku memejamkan mata!
(mempawah)
12 - 2013
Pravita #4
aku ingin menulis puisi. dari sisa bunyi lonceng sebelum perjamuan
dimulai. bait demi bait kubacakan dengan penuh debar. padahal seumpama
dongeng, puisiku adalah sebuah kembara yang menjemput senja, yang
singgah di pelataranmu, menerjemahkan lagi senyummu yang ranum.
aku ingin menulis puisi. kenangan tentang kisah-kisah para penyair
sepi yang kau ceritakan malam tadi, biar kuceritakan lagi di sini.
sembari meneguk hangat secangkir kopi yang kau racik dalam hangat sebuah
genggam jemari.
bersamamu, aku selalu ingin menulis puisi.
(pontianak)
10 – 2014
Pravita #5
tinggal aku yang bertanya; masihkah kau suka membaca sajak cinta yang
aku cipta, pravita? setelah cahaya yang tertinggal di kerjap mataku
hanya sisakan kerdip yang luka. wahai pravita. tinggal aku yang merasa
menjelma sebagai gelombang badai. sedang kau diam seumpama sunyi senyap
tepi sebuah pantai. wahai pravita. tinggal aku yang sebentar lagi mati
sendiri. mati dalam sajak yang aku cipta sore ini.
(pontianak)
02 – 2015
Hikayat Kesepian
sekuntum percakapan yang kita cipta jelang pisah tempo hari, masih
lekat dalam kenang. kau diam. aku diam. lalu kesedihan tumpah dalam
sajak yang mengharu. setelahnya, kita kerap merapal kalimat-kalimat
rindu yang usang. tapi tidak bagi kita. sejatinyalah ia akan kerap
terucap setiap gelap lekat menyergap. oh… pelabuhan mimpi. usah lagi kau
layarkan hikayat percintaan yang memang sudah salah sejak mukadimmah.
ibarat gelombang yang terlanjur menerpa, susah payah kita kembalikan
segala yang terserak ke tempatnya semula. dan tinggal kita yang sibuk
menandai. bahwa sejatinya kesepian dan patah hati sudah kita mulai.
(kota baru)
06 – 2015
Label
SAJAK
(89)
KARYA KAKANDA REDI
(60)
CERITA PENDEK
(59)
GALERI
(49)
KISAH
(47)
KARYA TEMEN
(24)
ARTIKEL
(13)
MATERI PELAJARAN BAHASA INDONESIA
(11)
JALAN-JALAN
(10)
PROFIL SASTRAWAN
(4)
NOVEL
(3)
LIRIK LAGU BAGUS
(1)
Senin, 22 Mei 2017
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar