Kesedihan. Keputusasaan. Air mata. Tiga hal yang
bisa mewakili keseluruhan isi buku ini. Mungkin itulah mengapa buku ini diberi
judul ‘Hujan Bulan Juni’, meskipun ‘hujan’ tidak melulu membawa kesedihan atau
mewakili keputusasaan dan air mata.
(Maylisa
Santauli – Alumni Ganesha Operation, penikmat karya sastra modern)
Pak Redi menulis cerita pendek dengan sangat
bagus. Ide-idenya cemerlang dengan ending
yang tidak terduga. Seandainya saja ide-ide yang cemerlang tadi tampil dalam
bentuk novel, tentu akan lebih hebat lagi dan saya yakin Pak Redi mampu
mewujudkannya.
(Adhitya
Pangestu – Siswa Kelas Akselerasi Ganesha Operation)
Membaca judulnya saja sudah membuat saya ingin
segera ‘membongkar’ isinya. Redi memang jagoan dalam menciptakan rasa penasaran
pembaca.
(Ffate’
– Penulis buku Edelweis Berkisah)
Redi. Saya memanggilnya dengan sebutan ‘Bung
Redi’. Dia adalah guru Bahasa Indonesia. Buku ini sangat penting untuk beliau
sendiri dan juga tentu saja untuk para siswanya. Setidaknya, dalam mengajarkan
materi tentang cerita pendek, Bung Redi tidak sekedar memberikan teori belaka.
Buku ini adalah contoh nyata dan buktinya.
(Ade
Ariyanto – Guru Matematika di SMA Negeri 1 Sanggau Ledo)
Saya tidak terlalu paham tentang teori
berkomentar. Ketika Mas Redi menyodorkan naskah cerpen-cerpennya, meminta saya
membacanya, dan meminta saya untuk memberi tanggapan, saya gak bisa bilang
banyak selain dua hal: BAGUS dan BAGUS BANGET.
(Danu
Priyadi – Mahasiswa Poltekkes Pontianak Jurusan Keperawatan Gigi)
Beberapa judul cerpen di dalam buku ini sudah
pernah saya baca sebelumnya di surat kabar. Sangat luar biasa jika pada
akhirnya cerpen-cerpen ini tampil lagi dengan wujud yang lebih eksklusif: buku
kumpulan cerpen. Selamat buat Redia Yosianto.
(Tri
Sugiarti – Ibu rumah tangga, penikmat karya sastra)
Membaca cerpen-cerpen Pak Redi seperti menonton
acara tv kesayangan. Terus pengen baca, baca, baca sampe habis. Belom puas kalo
belom kelar. Bagus. Sangat bagus.
(Andini
Shafira – Calon mahasiswi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar