Kakanda Redi: Durian Sialan
Sabtu, 14 Desember 2013
Mempawah.
08.37 WIB
Cuaca sedang mendung. Baru mendung dan belum hujan. Merasa suntuk, saya
memutuskan untuk keluar sebentar. Jalan-jalan ke pasar tentu tak ada
salahnya, pikir saya.
Dan, saya pun keluar.
Sampai di pasar, mata saya tertuju pada tumpukan buah durian yang
disusun tak jauh dari genangan air sisa banjir kemarin. Saya singgah ke
situ. Saya ingat, di saku celana saya ada uang, kira-kira empat puluh
ribuan. Tak banyak, tapi cukup untuk membawa pulang beberapa buah
durian. Saya tersenyum senang.
Begitu saya mendekat dengan
tumpukan buah durian tadi, saya mulai berpikir tiga kali untuk beli.
Durian ini kecil-kecil, sudah mulai kering, dan buahnya tidak mulus.
Banyak lobang bekas ulat keluar masuk. Tapi saya tetap memilih-milih.
Mungkin karena sudah terlanjur turun dari motor, jadi tak ada salahnya
saya memilih-milih juga.
Basa-basi saya bertanya ke penjual
buah yang duduk lesu menunggu pembeli, "Berape sebutik nih, Bang?" tanya
saya sambil menjentik-jentik buah durian dengan telunjuk saya. Sesekali
buah yang saya pegang itu saya cium, sekedar memastikan kalau buah yang
saya pegang itu benar-benar masak.
"Itu duak limak jak, mantap tuh. Buah Balai Karangan."
Aku tersentak. Dua lima??? Sebiji ini harganya dua puluh lima ribu???
Orang ini stress atau mabok sih??? Nggg... buah ini kecil. Sudah tidak
segar lagi. Dan, yang jualan durian bukan cuma dia kok. Rasanya sangat
janggal kalo buah sekecil ini harganya dua puluh lima ribu.
Tapi aku tak putus asa. Mungkin masih bisa ditawar, batinku mantap.
"Duak limak duak biji lah ye, Bang. Tadak gak besak benar bah buah ini nih. Camane? Sip ndak?"
Si penjual durian menggeleng, "Tak bise, Jang. Buah Balai tu. Buah bagos tu, Jang."
Aku menyerah, bangkit dari jongkokku. Durian aku letakkan begitu saja.
Di dalam hati aku merutuk kesal, tungguin saja buah-buah itu sampai
busuk. Percaya saja, sebentar lagi akan turun hujan deras. Pasar akan
banjir lagi. Dan, anda akan menyesal, anda akan semakin sedih lantaran
buah-buah Balai Karangan kebanggaan anda ini akan terendam banjir lalu
membusuk pelan-pelan. Lihat saja!
Aku pulang dengan perasaan dongkol. Durian sudah tidak lagi menggugah selera. Sialan!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar